Jumat, 26 Oktober 2012

FAMILY PLANNING SUMMIT, July 11, 2012

DARI PERTEMUAN PUNCAK  KELUARGA BERENCANA di LONDON.

Sebuah komitmen mendukung transformasi kehidupan perempuan melalui akses yang lebih baik dalam Keluarga Berencana (KB).

ada tanggal 11 Juli 2012 Pemerintah Inggris, didukung oleh  Bill & Melinda Gates Foundation menjadi tuan rumah dari perhelatan puncak  Keluarga Berencana  guna menyiapkan  informasi kontrasepsi  dan pelayanan  bagi  tambahan 120 juta perempuan di bagian negara miskin sampai dengan  tahun  2020.
FP  Summit  mengajak  peningkatan komitmen  dan sumber daya / dana untuk merubah nasib perempuan dan gadis  remaja  dalam menyelamatkan nyawa dan membantu peningkatan mutu keluarga, masyarakat dan bangsa  agar keluar dari kemiskinan.
Sekaranglah waktunya bagi negara berkembang, lembaga donor, sektor swasta untuk bersama-sama membantu perempuan termiskin di dunia. Setiap orang berkontribusi untuk perubahan yang  kita dambakan.
Menyiapkan  alat kontrasesi / keluarga berencana bagi tambahan 120 juta perempuan di belahan dunia termiskin dan masyarakat dunia sekaligus juga memastikan  keberlanjutan sekitar 260 juta perempuan yang saat ini sedang memakai kontrasepsi agar  pada tahun 2020 sekitar 380 juta perempuan  di negara sedang berkembang  dapat  menikmati  informasi dan pelayanan kontrasepsi  sehingga mereka dapat merencanakan  keluarga mereka  dengan lebih baik.
Penelitian menunjukkan, bila perempuan mempunyai cara untuk menjarangkan kelahiran dengan dua tahun, kematian balita turun dengan 13 %; bila jarak kelahiran 3 tahun kematian balita turun 25 %.

PESAN KUNCI:

*     Lebih dari  200 juta perempuan di negara sedang berkembang  yang ingin menjarangkan atau mencegah kehamilan  tidak mempunyai akses  kepada  metoda  kontrasepsi modern.
*     Menghindarkan  kehamilan yang tidak diinginkan  dan  menurunkan jumlah persalinan  dan aborsi  yang tidak aman.
*     Setiap dua menit di dunia seorang ibu meninggal karena komplikasi yang terkait kehamilan  dan sebagian terbesar (99 %) terjadi di negara sedang berkembang. Inilah akar ketidak adilan terbesar dalam kesehatan di dunia – Kematian sia sia ibu, saat membawa kehidupan baru ke dunia. Di Indonesia,  setiap tahun sekitar 15.000 perempuan meninggal karena komplikasi kehamilan, persalinan, nifas.
*     Di negara sedang berkembang  tersebut. Kontra sepsi sering tidak tersedia  saat perempuan memerlukannya; banyak rumah sakit umum  dan poliklinik kehabisan stok kontrasepsi suntik  selama 60%  dari hari hari dalam setahun atau selama sekitar  226 hari.
*     Lebih dari  seperempat  anak perempuan  di negara  sub Saharan Afrika drop out  dari sekolah  karena mengalami kehamilan yang tidak diinginkan.

Menyambut International Day of The Girl Child

Angka Kematian Ibu (AKI) menunjukkan penurunan yang signifikan; tahun 1994 AKI 390/100.000, tahun 2007 AKI 228/100.000. Walaupun angka penurunan cukup besar akan tetapi angka ini masih termasuk tertinggi di antara negara-negara di Asia. Tinggi angka kematian ibu salah satu penyebab masih tinggi tingkat kawin muda pada perempuan sehingga melahirkan pada usia yang masih muda. Penyebab kawin muda tersebut karena mereka drop out dari sekolah formal sehingga kawin muda merupakan pilihan terbaik bagi mereka. Angka Partisipasi Sekolah (APS) cenderung meningkat pada semua kelompok umur baik laki-laki maupun perempuan, tidak ada perbedaan yang nyata, bahkan pada kelompok usia 7-15 tahun, anak perempuan lebih tinggi, namun  untuk tahun2 berikutnya, anak perempuan lebih rendah dar anak laki-laki, hal ini yang mendorong agar kita memfokuskan pada upaya agar anak perempuan  dapat memperoleh  pendidikan minimal 12 tahun sehingga hal in juga  merupakan upaya agar anak perempuan menikah pada usia minimal 20 tahun.
Masih banyak perempuan Indonesia yang kondisinya memprihatinkan, harkat dan kualitas kehidupannya masih merupakan impian belakat terlebih karena factor budaya dan tradisi ikut berperan besar. Banyak ibu yang bermimpi anak perempuannya tidak mengalami nasib seperti dirinya, hanya menjadi istri yang “konco wingking” (teman dibelakang dari suami), berjalan seiring dan harus selangkah di belakang suami, mengabdi kepada suami dan keluarga suami karena telah  dibayar  dengan mahar  besar,  anak perempuan tidak perlu sekolah  karena yang utama  adalah  anak laki dan banyak  tradisi yang bias gender.
Jumlah remaja di Indonesia sekitar 60 juta, sepertiganya berasal dari keluarga miskin (SDKI 2007) dan diantaranya ada sekitar 10 juta remaja putri. Kelompok inilah yang perlu perhatian khusus karena dapat meningkatkan permasalahan sosial dalam masyarakat seperti tingginya angka remaja putus sekolah bahkan yang tidak bersekolah, tingginya angka pengangguran, meningkatya pernikahan muda dan meningkatnya Angka Kematian Ibu. Menjadi rendahnya kualitas sumber daya remaja putri sehingga mereka hanya mampu bekerja di sektor informal sebagai pembantu rumah tangga, buruh pabrik atau TKW di Luar negeri, yang saat ini kondisinya masih rawan dengan pelecehan, tidak adanya jaminan keamanan dan masa depan. Oleh karena itu, mereka harus dapat memperoleh pendidikan formal yang memadai minimal pendidikan dasar 12 tahun agar mereka dapat mempunyai pengetahuan yang cukup, matang secara kejiwaan dan siap secara biologis untuk menjadi seorang ibu dan mampu bersaing di dalam dunia kerja.
Upaya lebih, untuk mengawal remaja putri yang berasal dari keluarga miskin perlu dilakukan agar mereka dapat menyelesaikan program wajib belajar 12 tahun; dapat berupa bantuan beasiswa biaya transport dan  biaya hidup bukan hanya sekedar sekolah gratis tetapi juga dapat membeli peralatan tulis dan pakaian sekolah. Hal ini saling berkaitan dengan mengatasi permasalahan kemiskinan keluarga sekaligus menghindari pernikahan usia dini di kalangan remaja putri pada khususnya  sehingga dapat menunda melahirkan di usia muda dan dapat mencegah segala resiko kematian ibu dan bayi. dr. Sunitri Widodo

Sabtu, 20 Oktober 2012

Siapa di Antara Kita yang tidak Pernah Berada di Rahim Bunda?


Setiap tahun diperkirakan ada 5 juta ibu hamil di Indonesia,  dalam pada itu jumlah kematian ibu karena komplikasi kehamilan, persalinan, nifas  masih tergolong tinggi dan dikhawatirkan tidak akan dapat mencapai target penurunan seperti diamanahkan dalam MDGs pada tahun 2015. Angka Kematian Ibu (AKI) saat ini masih 228 / 100.000 kelahiran hidup sedangkan target MDGs tahun 2015 adalah 102 /100.000 kelahiran hidup, sehingga perlu adanya terobosan guna percepatan penurunan AKI . Setiap tahun ada 15 - 17.000 ibu meninggal atau setiap satu jam di Indonesia, 2 ibu meninggal justru saat membawa kehidupan baru ke dunia. Pantaskah kita berdiam diri?  Kita perlu wujudkan rasa syukur kita atas keberadaan kita sekarang, yang selamat saat keluar dari goa garba bunda melalui peran aktif kita dalam Keselamatan Ibu dan Bayi Baru Lahir / KIBBLA.
Penyebab langsung kematian ibu karena melahirkan tentu factor medis seperti perdarahan, eklampsia, infeksi, partus macet/ lama yang dengan Ilmu kedokteran modern saat ini sebenarnya 85 % dari kematian ibu tersebut dapat dihindarkan. Sedangkan  penyebab tidak langsung dari kematian ibu dikenal dengan istilah Tiga Terlambat dan Empat Terlalu  yaitu Terlalu muda saat melahirkan pertama, Terlalu tua masih juga melahirkan, Terlalu banyak anak dan Terlalu sering melahirkan. Ke empat Terlalu ini dapat dihindarkan dengan perencanaan keluarga yang baik.
Adapun Tiga Terlambat yaitu Terlambat mengambil keputusan , Terlambat dalam transportasi menuju tempat pelayanan kesehatan dan Terlambat mendapat pertolongan di tempat pelayanan medis. Tiga Terlambat adalah faktor non medis yang dapat dihindarkan dengan peran aktif masyarakat dalam P4K (Perencanaan Pertolongan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi). Masyarakat perlu tahu ada masalah, sadar dan mau  berperan dalam mengatasinya lalu membangun jejaring kemitraan dan menjadi katalisator sebagai penggerak di setiap lingkup terkecil ,  kelurahan  atau desa.
The White Ribbon Alliance (WRA) for Safe Motherhood adalah aliansi global dengan 155 negara telah bergabung  yang memfokuskan kegiatan pada upaya penyelamatan Ibu dari kematian sia sia mengingat setiap dua menit di dunia seorang ibu meninggal karena komplikasi kehamilan, persalinan.  
Tanggal 8 Maret 2012 dalam rangka peringatan Hari Perempuan Internasional mencanangkan Motto: “No Woman Should Die Giving Birth / Tak Seorang Perempuan Meninggal Saat Melahirkan“. Global WRA bekerja  memakai pendekatan  kolaborasi, fasilitatif, dan transparansi.
Sebagai gerakan dunia sampai ke akar rumput, White Ribbon atau Pita Putih membangun aliansi/ kemitraan, meningkatkan kapasitas, mempengaruhi kebijakan, mempertajam sumberdaya, dan menginspirasi kegiatan untuk menyelamatkan hidup perempuan saat membawa amanah Tuhan Yang Maha Esa.
Makna White Ribbon atau  Pita Putih adalah untuk mengenang  perempuan yang meninggal  karena komplikasi kehamilan, persalinan, nifas. Putih menyimbolkan kesucian, sekaligus juga harapan. Kesucian hati seorang ibu yang membawa amanah Tuhan di dalam rahimnya, serta harapan untuk generasi yang lebih baik dari waktu ke waktu.
 Di Indonesia bernama  Aliansi Pita Putih Indonesia / APPI  telah berada di 27 Provinsi yang bekerja mempromosikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat / PHBS dan KIBBLA. Kowani tercatat sebagai salah satu pendiri APPI oleh karena Kowani dengan sponsor dari KPP dan MNH / USAID melaksanakan Lokakarya tanggal 8 Mei 2002 sebagai tindak lanjut dari Seminar, “Kematian Ibu Tanggung Jawab Bersama” guna pembentukan dan pengorganisasian APPI,  bertempat di Hotel Bidakara, yang memilih dan menetapkan 7 pimpinan APPI dari para peserta yaitu dari Kowani, PKBI, Muslimat NU, Aisyah, Nasyatul Aisyah, IBI, Yayasan Melati. Di samping itu keanggotaan APPI dapat juga diikuti oleh perseorangan / individual yang mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap kematian ibu.
Advokasi APPI kepada  Ibu Negara membuahkan komitmen Ibu Negara berkenan sebagai Pelindung atau Patron APPI.

Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

Pembangunan Kesehatan  tidak terlepas dari pencapaian target MDGs tahun 2015, bahkan menjadi salah satu unsur dominan karena dari 8 Tujuan Pembangunan Milenium tersebut, lima di antaranya terkait langsung dengan kesehatan dan MDGs yang paling dihawatirkan tidak akan mencapai target yang ditetapkan pada tahun 2015.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-N) Tahun 2005-2025 mengamanatkan bahwa pembangunan kesehatan diarahkan untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2025 yang berperilaku proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit dan masalah kesehatannya, sadar hukum serta berpartisipasi dalam gerakan kesehatan masyarakat termasuk menyelenggarakan masyarakat sehat dan aman.
Dalam penerapan RPJP-N tahap kedua yaitu pembangunan kesehatan tahun 2010-2014, menetapkan visi yaitu  “Terwujudnya Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”, dengan salah satu misinya adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani. Masyarakat sehat mandiri adalah suatu kondisi dimana masyarakat menyadari, mau dan mampu untuk mengenali, mencegah dan mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi, sehingga dapat bebas dari gangguan kesehatan, baik yang disebabkan karena penyakit, gangguan kesehatan akibat bencana, maupun lingkungan dan perilaku yang tidak mendukung.
Perilaku merupakan faktor utama yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Banyaknya masalah kesehatan yang terjadi di Indonesia, akar permasalahannya adalah masyarakat belum sepenuhnya berperilaku hidup bersih dan sehat. Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) mencakup di lima tatanan yaitu di rumah tangga, di sekolah, di  institusi kesehatan, di tempat kerja serta di tempat-tempat umum.
Secara umum status kesehatan dan gizi masyarakat Indonesia telah menunjukkan perbaikan seperti dilihat dari Angka Kematian Bayi (AKB) dari 35 per 1000 kelahiran hidup ( 2002/2003) menjadi 26,9 per 1000 kelahiran hidup (2007). Angka Kematian Ibu (AKI) dari 307 per 100.000 kelahiran hidup  telah menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 dan target yang ditetapkan pada tahun 2015 adalah 102 / 100.000 kelahiran hidup (Target  Sementara Riskesdas mencatat Prevalensi Gizi Kurang 18,4% dan Umur Harapan Hidup (UHH) 70,4 tahun pada tahun 2007. Cakupan imunisasi dasar lengkap 46,2 % sedang target MDG 90%. Universal Child Immunization (UCI) Desa 76,1 % dengan target 100% pada tahun 2014. Masalah tersebut  juga  sangat terkait dengan faktor perilaku  dan tradisi disamping hal lain yang menyangkut teknis  medis.
Pemerintah menyadari mereka tidak mungkin bekerja sendiri tanpa peran aktif masyarakat, semua upaya pemerintah perlu sinkronisasi dengan upaya masyarakat dimana pemerintah bertanggung jawab untuk memberdayakan dan mendorong peran aktif masyarakat dalam segala bentuk upaya kesehatan atau dikenal sebagai Upaya Kesehatan Bersumber  daya Masyarakat/UKBM seperti Posyandu, Pos KB,  P4K (Perencanaan Pertolongan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi) , BKB (Bina Keluarga Balita), BKL (Bina Keluarga Lansia), PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), Posdaya (Pos Pemberdayaan Keluarga) dan lain-lain