Angka Kematian Ibu (AKI) menunjukkan penurunan yang signifikan; tahun 1994 AKI 390/100.000, tahun 2007 AKI 228/100.000. Walaupun angka penurunan cukup besar akan tetapi angka ini masih termasuk tertinggi di antara negara-negara di Asia. Tinggi angka kematian ibu salah satu penyebab masih tinggi tingkat kawin muda pada perempuan sehingga melahirkan pada usia yang masih muda. Penyebab kawin muda tersebut karena mereka drop out dari sekolah formal sehingga kawin muda merupakan pilihan terbaik bagi mereka. Angka Partisipasi Sekolah (APS) cenderung meningkat pada semua kelompok umur baik laki-laki maupun perempuan, tidak ada perbedaan yang nyata, bahkan pada kelompok usia 7-15 tahun, anak perempuan lebih tinggi, namun untuk tahun2 berikutnya, anak perempuan lebih rendah dar anak laki-laki, hal ini yang mendorong agar kita memfokuskan pada upaya agar anak perempuan dapat memperoleh pendidikan minimal 12 tahun sehingga hal in juga merupakan upaya agar anak perempuan menikah pada usia minimal 20 tahun.
Masih banyak perempuan Indonesia yang kondisinya memprihatinkan, harkat dan kualitas kehidupannya masih merupakan impian belakat terlebih karena factor budaya dan tradisi ikut berperan besar. Banyak ibu yang bermimpi anak perempuannya tidak mengalami nasib seperti dirinya, hanya menjadi istri yang “konco wingking” (teman dibelakang dari suami), berjalan seiring dan harus selangkah di belakang suami, mengabdi kepada suami dan keluarga suami karena telah dibayar dengan mahar besar, anak perempuan tidak perlu sekolah karena yang utama adalah anak laki dan banyak tradisi yang bias gender.
Jumlah remaja di Indonesia sekitar 60 juta, sepertiganya berasal dari keluarga miskin (SDKI 2007) dan diantaranya ada sekitar 10 juta remaja putri. Kelompok inilah yang perlu perhatian khusus karena dapat meningkatkan permasalahan sosial dalam masyarakat seperti tingginya angka remaja putus sekolah bahkan yang tidak bersekolah, tingginya angka pengangguran, meningkatya pernikahan muda dan meningkatnya Angka Kematian Ibu. Menjadi rendahnya kualitas sumber daya remaja putri sehingga mereka hanya mampu bekerja di sektor informal sebagai pembantu rumah tangga, buruh pabrik atau TKW di Luar negeri, yang saat ini kondisinya masih rawan dengan pelecehan, tidak adanya jaminan keamanan dan masa depan. Oleh karena itu, mereka harus dapat memperoleh pendidikan formal yang memadai minimal pendidikan dasar 12 tahun agar mereka dapat mempunyai pengetahuan yang cukup, matang secara kejiwaan dan siap secara biologis untuk menjadi seorang ibu dan mampu bersaing di dalam dunia kerja.
Upaya lebih, untuk mengawal remaja putri yang berasal dari keluarga miskin perlu dilakukan agar mereka dapat menyelesaikan program wajib belajar 12 tahun; dapat berupa bantuan beasiswa biaya transport dan biaya hidup bukan hanya sekedar sekolah gratis tetapi juga dapat membeli peralatan tulis dan pakaian sekolah. Hal ini saling berkaitan dengan mengatasi permasalahan kemiskinan keluarga sekaligus menghindari pernikahan usia dini di kalangan remaja putri pada khususnya sehingga dapat menunda melahirkan di usia muda dan dapat mencegah segala resiko kematian ibu dan bayi. dr. Sunitri Widodo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar